Posindependent.com | Banda Aceh – Baitul Mal Kabupaten Aceh Utara melaksanakan kunjungan resmi ke kantor Baitul Mal Aceh di Banda Aceh, Kamis (19/6/2025). Kunjungan ini bertujuan mempererat koordinasi kelembagaan sekaligus membahas berbagai persoalan teknis dan kebijakan yang menghambat efektivitas pengelolaan zakat di daerah.
Rombongan yang dipimpin oleh Tgk. Muslem, M.A., terdiri dari unsur pimpinan, sekretariat, dan dewan pengawas, disambut langsung oleh Ketua Baitul Mal Aceh, Muhammad Haiqal, bersama sejumlah kepala bidang dan jajaran staf. Dalam suasana dialog yang terbuka dan konstruktif, terungkap berbagai persoalan mendasar yang masih menjadi batu sandungan dalam upaya memaksimalkan peran zakat di tingkat lokal.
Salah satu persoalan utama yang disampaikan adalah lambatnya mekanisme penyaluran zakat akibat prosedur yang masih mengikuti jalur bantuan sosial pemerintah daerah. Hal ini diungkapkan oleh Tgk. Fauzan Hamzah, S.H.I., selaku anggota Dewan Pengawas Baitul Mal Aceh Utara.
“Zakat bukanlah dana APBK. Namun, selama ini penyalurannya mengikuti alur bansos pemerintah yang birokratis, bahkan untuk bantuan darurat atau kemanusiaan harus menunggu SK Bupati. Ini sangat menghambat dan merugikan mustahik yang seharusnya segera mendapatkan bantuan,” jelas Fauzan.
Menurutnya, bantuan zakat untuk kebutuhan mendesak seperti pengobatan penyakit kronis, biaya pendidikan mahasiswa kurang mampu, hingga kebutuhan fi sabilillah, tidak semestinya tersandera oleh sistem administrasi yang lambat. “Sudah waktunya ada solusi regulasi khusus untuk mempercepat pencairan dana zakat,” tegasnya.
Selain itu, Tgk. Muslem, M.A., menyampaikan persoalan rendahnya partisipasi zakat dari sektor non-ASN. “Zakat selama ini terkonsentrasi pada ASN Pemkab Aceh Utara. Sedangkan instansi vertikal seperti TNI, Polri, Kejaksaan, bahkan sejumlah perusahaan besar yang beroperasi di Aceh Utara, belum secara aktif menyalurkan zakat melalui lembaga resmi daerah,” jelasnya.
Ia menambahkan, kemungkinan besar zakat dari instansi vertikal disetorkan ke lembaga pusat atau koperasi internal masing-masing. “Ini berimbas pada lemahnya potensi pengumpulan zakat di daerah. Diperlukan upaya khusus dari pemerintah daerah untuk memfasilitasi dialog bersama instansi vertikal dan pelaku usaha,” katanya.
Menanggapi berbagai masukan tersebut, Ketua Baitul Mal Aceh, Muhammad Haiqal, mengapresiasi keterbukaan Baitul Mal Aceh Utara dan menyambut baik semangat kolaboratif yang dibawa. Ia menegaskan bahwa pengelolaan zakat memang memerlukan kerja sama lintas sektor, tidak hanya dibebankan kepada lembaga Baitul Mal semata.
“Kita tidak bisa kerja sendiri. Semua SKPK yang punya anggaran sosial harus ikut berperan. Jangan Baitul Mal selalu jadi sasaran utama saat bantuan terlambat atau terbatas. Kolaborasi adalah solusi,” ujar Haiqal.
Ia juga mendorong penguatan kampanye zakat melalui khutbah Jum’at, pelatihan komunikasi zakat, dan program sinergi dengan pelaku usaha. “Kita butuh pendekatan cerdas, bukan hanya administratif, tetapi juga spiritual dan sosial,” tegasnya.
Pertemuan ditutup dengan simbolis penyerahan buku kelembagaan dari Baitul Mal Aceh kepada Baitul Mal Aceh Utara, sebagai bentuk dukungan dan apresiasi terhadap semangat perubahan yang dibawa rombongan.
Ketua Baitul Mal Aceh pun mengakhiri dengan pesan yang sarat makna: “Beumesaboh, Meusaho, Meusyedara – mari kita bersatu dalam tanggung jawab dan amal. Zakat bukan sekadar kewajiban, tapi kekuatan sosial yang menyatukan umat.”
Komentar