Aceh Utara | Posindependent.com – Rinai gerimis yang membasahi pelataran Monumen Islam Samudera Pasai (Monispa), Kecamatan Samudera, Jumat malam, 22 Agustus 2025, tak menyurutkan semangat ribuan masyarakat yang memadati arena. Begitu Gubernur Aceh H. Muzakir Manaf dan Bupati Aceh Utara H. Ismail A. Jalil, SE, MM, atau akrab disapa Ayahwa, menabuh rapai secara bersamaan, dentuman perkusi khas Aceh itu bergemuruh membelah langit malam.
Tabuhan rapai bukan sekadar musik. Ia adalah gema sejarah, lantunan doa, sekaligus pengikat kebersamaan yang diwariskan turun-temurun oleh masyarakat Pase. Malam itu, Festival Aceh Perkusi 2025 resmi dibuka dengan penuh khidmat sekaligus meriah.
Bupati Ayahwa dalam sambutannya menyebut festival ini sebagai kebanggaan Aceh Utara. Hampir setiap kecamatan, katanya, memiliki komunitas rapai pase yang terus hidup hingga kini.
210 Penabuh Rapai, Panggung Besar Seniman Pase. Dok/Diskominfo Aceh Utara
“Pada malam pembukaan, kita hadirkan 210 pemain rapai. Selama tiga hari festival, rapai akan selalu menjadi penampilan utama. Inilah bukti bahwa rapai adalah jiwa budaya Aceh Utara,” ujar Ayahwa penuh semangat.
Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Aceh Utara, M. Nasir, menambahkan, sebanyak 80 unit rapai dari seluruh Aceh Utara akan tampil secara bergantian. “Momentum ini jadi panggung besar para pegiat seni tradisi. Bukan hanya untuk masyarakat Aceh, tapi juga untuk tamu luar daerah bahkan mancanegara,” ucapnya.
Selain sajian budaya, Pemkab Aceh Utara juga menyiapkan bazar UMKM dan stand kerajinan rakyat. Monispa yang telah ditata sejak dua pekan sebelumnya, kini menjadi ruang pertunjukan seni sekaligus denyut ekonomi masyarakat.
Dalam sambutannya, Gubernur Aceh H. Muzakir Manaf atau Mualem mengingatkan kembali kejayaan Kerajaan Samudera Pasai di bawah Sultan Malikussaleh. “Dari tanah inilah Islam menyebar ke Asia Tenggara secara kaffah. Ini sejarah besar yang harus selalu kita syukuri,” ungkapnya.
Mualem Ingatkan Sejarah Samudera Pasai dan Persaudaraan Aceh – Malaysia Dok/Diskominfo Aceh Utara
Mualem juga menekankan pentingnya mempererat ikatan dengan Malaysia. “Di Melaka, ada makam orang Aceh di Kampung Ketek, bukti sejarah persaudaraan kita. Karena itu, Aceh dan Malaysia harus makin dekat. Insya Allah, pada Oktober nanti kita akan memperkuat jalur laut Lhokseumawe Penang,” tegasnya.
Malam pembukaan makin semarak dengan pertunjukan kolosal Pasee Meusyuhue, penampilan tim kesenian Johor bertajuk Muhibbah Seni Melayu, serta aksi musisi lokal seperti Joel Pasee, Jeki Irwanda, dan grup Rapai Geleng dari Lhokseumawe. Ribuan penonton larut dalam suasana yang menyatukan musik, sejarah, dan persaudaraan lintas budaya.
Festival Aceh Perkusi 2025 mengusung tema “Generasi Pelestari Tradisi” dan menjadi bagian dari Kharisma Event Nusantara (KEN). Selama tiga hari, festival akan diisi dengan Saweu Gampong, Peukan Raya, dan Meuseuraya, melibatkan komunitas seni dan masyarakat dari seluruh Aceh.
Festival ini tidak hanya menghadirkan hiburan, tetapi juga menjadi ruang untuk merawat warisan budaya, memperkuat identitas Aceh, sekaligus menggerakkan roda ekonomi lokal. Monispa kembali membuktikan dirinya bukan hanya monumen sejarah, tetapi juga pusat peradaban seni yang menghidupkan kembali semangat kebersamaan masyarakat Aceh.***